Nilai Sebuah Komitmen

Kamis, 11 Februari 2010

     Seorang muslim, minimal 5 kali dalam sehari, menyatakan komitmennya: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta Alam.
Pernyataan ini mengandung konsekuensi penyerahan diri seorang hamba kepada Sang Pencipta. Penyerahan segala persoalan hidup yang dihadapi manusia kepada Tuihannya menggambarkan suatu sikap tunduk, patuh, dan sekaligus perwujudan rasa cinta seorang hamba kepada Tuhannya. 
     Layaknya mencintai sesuatu, segala daya dan upaya dikerahkan untuk memperoleh perhatian dari yang di cintainya. Begitupun mencintai Allah, segala usaha dilakukan agar Allah memperhatikan kita. Kalau perlu dengan mengorbankan jiwa (berjihad di jalan Allah) dan harta (zakat, infaq, dan sedekah). Mengeluarkan semua potensi yang dimiliki demi memperkuat komitmennya.
      Komitmen seorang Muslim kepada Tuhannya didedikasikan demi mengharapkan keridhaan Allah atas segala perbuatan yang dilakukan. Tak Cuma perilaku yang berkenaan dengan ritual keagamaan semata, tapi juga perilaku lain, di semua aspek kehidupan.
     Seorang karyawan perusahaan, misalnya, mengerjakan semua tugas yang menjadi tanggung jawabnya semata karena mengharapkan ridho Allah. Jika ini menjadi komitmennya, maka ia akan mengerjakan tugas-tugas dan kewajibannya itu dengan senang hati. Tanpa beban. Ia akan berusaha sekuat tenaga menyelesaikan tugasnya dengan baik. Kesulitan apapun yang mungkin datang menghadang, akan ia hadapi dengan tetap berserah diri kepada Allah.
     Seseorang yang memiliki komitmen seperti di atas, akan menyerahkan semua hasil pekerjaanya kepada Tuhannya. Allah yang akan menilai hasil pekerjaannya. Ia tidak perduli dengan penilaian orang, termasuk atasannya, sepanjang ia berkeyakinan berada di garis orbit: nilai-nilai kedisiplinan, kejujuran , dan tanggung jawab.
Baginya penilaian orang tidak menjadi tujuan. Orang yang seperti itu akan jauh dari perasaan stres dan keluh kesah.
Cendikiawan Muslim asal Turki, Harun Yahya, dalam buku Zeal and Enthusiasm Described in the Qur’an (Semangat dan Gairah Orang-orang Beriman) menyebutkan, kesetiaan sejati adalah kesetiaan orang-orang yang percaya kepada Allah dan berkomitmen akan tetap setia kepada-Nya. Mereka mengetahui bahwa tak ada sesuatu di dunia ini yang lebih berharga daripada memproleh keridhaan Allah. Kesetiaan ini akan mendorong mereka untuk terus bekerja dan bergairah melakukan perbuatan-perbuatan baik. Berkarya untuk memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada orang lain.
Ia akan terus bergairah bekerja untuk memperoleh ridha Allah. Segala perbuatan yang akan membuat Allah senang, akan ia lakukan. Sebaliknya, semua perbuatan yang akan membuat Allah marah, akan ia tinggalkan jauh-jauh. Kalau ia menemukan beberapa pilihan, misalnya, maka ia akan memilih yang paling di senangi Allah. Ia akan melandasi keputusannya dengan kriteria yang ditetapkan Al Qur’an, Sunnah dan hati nuraninya yang tak pernah berdusta. Mereka yang ingin memperoleh ridha Allah akan memperlihatkan tekad besar untuk senantiasa menjaga moral yang baik Sebab hanya moral dan perilaku baiklah yang disukai Allah.
Namun, tak mudah memegang teguh komitmen seperti itu. Banyak kendala dan godaanya. Karena itulah banyak diantara manusia yang tergelincir, tak bisa memegang komitmen, khianat, dan jatuh dalam perbuatan menganiaya diri sendiri. Allah berfirman dalam Al Qur’an yang artinya kurang lebih:
’’Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya dirinya sendiri, ada yang pertengahan, dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan ijin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.”
Hanya mereka yang berjiwa ikhlas dan bersikap ihsan yang dapat memegang teguh komitmennya terhadap Alllah. Kehadiran jiwa ikhlas dan sikap ihsan ini akan melahirkan kekuatan yang luar biasa. Kekuatan tak terhingga
(unbeatable). Itulah sebabnya mengapa Panglima Thariq bin Ziyad sukses memimpin Islam masuk ke wilayah Andalusia (Spanyol) meski dengan persenjataan yang jauh tertinggal dibanding persenjataan milik musuhnya. Allah dan Rasul-Nya mengajarkan:
“Barang siapa bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan memberikan solusi.”
Sementara itu cendekiawan Muslim lainnya, Fathi Yakan, dalam buku
To Be a Muslim menjelaskan ciri-ciri orang yang memiliki komitmen. Ciri itu diantaranya, berorientasi pada kerja (Action-Oriented). Maksudnya, komitmen harus dibarengi dengan aksi. Sebab, keimanan bukan hanya gagasan dan pemikiran saja tapi juga perbuatan nyata.
Ciri kedua, berorientasi pada penyelesaian masalah (problem solving oriented). Seorang Muslim harus memiliki komitmen menemukan solusi untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh Muslim lainnya. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang tidak memberikan perhatian khusus terhadap masalah-masalah kaum Muslimin, maka bukanlah termasuk dalam golonganku.”
Ciri ketiga adalah berorientasi pada perubahan (movement oriented). Seseorang yang memiliki komitmen terhadap Allah harus mampu menggalang kerjasama dengan mereka yang memiliki pemikiran dan komitmen yang sama. Kerjasama ini di arahkan untuk mengajarkan dan menyampaikan tentang kebenaran Islam, ajakan kepada kebaikan, dan upaya –upaya memerangi kemungkaran. Juga kerjasama pembentukan individu-individu dan keluaraga yang Islami.
Terhadap orang-orang yang memiliki ciri seperti itu, maka Allah akan memberikan kabar gembira tentang surga yang luasnya seluas langit dan bumi.
Janji Allah untuk mereka yang beriman dan beramal shalih ini akan mendorong mereka untuk terus beramal dan memperkuat komitmennya.
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang di sediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.” (QS Ali Imran : 133).

0 komentar: